BAB I
PENDAHULUAN
Antibiotik berasal dari dua kata Yunani, yaitu “anti” yang berarti “melawan” dan “bios” yang berarti “hidup”. Dipergunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri penyebab infeksi. Obat ini telah digunakan untuk melawan infeksi berbagai bakteri pada tumbuhan, hewan dan manusia sejak tahun 1930’an.
Penisilin (penicillin) merupakan antibiotik pertama yang ditemukan pada tahun 1928 dari spesies jamur Penicillium oleh pemenang Nobel, Sir Alexander Flemming. Namun, nama ‘antibiotik’ baru diusulkan pada tahun 1942 oleh Selman Waksman Abraham, seorang ahli biokimia dan mikrobiologi asal Amerika.
Penemuan antibiotika terjadi secara 'tidak sengaja' ketika Alexander Fleming, pada tahun 1928, lupa membersihkan sediaan bakteri pada cawan petri dan meninggalkannya di rak cuci sepanjang akhir pekan. Pada hari Senin, ketika cawan petri tersebut akan dibersihkan, ia melihat sebagian kapang telah tumbuh di media dan bagian di sekitar kapang 'bersih' dari bakteri yang sebelumnya memenuhi media. Karena tertarik dengan kenyataan ini, ia melakukan penelitian lebih lanjut terhadap kapang tersebut, yang ternyata adalah Penicillium chrysogenum syn. P. notatum (kapang berwarna biru muda ini mudah ditemukan pada roti yang dibiarkan lembap beberapa hari). Ia lalu mendapat hasil positif dalam pengujian pengaruh ekstrak kapang itu terhadap bakteri koleksinya. Dari ekstrak itu ia diakui menemukan antibiotik alami pertama: penicillin G.
Penemuan efek antibakteri dari Penicillium sebelumnya sudah diketahui oleh peneliti-peneliti dari Institut Pasteur di Perancis pada akhir abad ke-19 namun hasilnya tidak diakui oleh lembaganya sendiri dan tidak dipublikasi.
Tidak seperti perawatan infeksi sebelumnya, yang menggunakan racun seperti strychnine, antibiotika dijuluki "peluru ajaib": obat yang membidik penyakit tanpa melukai tuannya. Antibiotik tidak efektif menangani infeksi akibat virus, jamur, atau nonbakteri lainnya, dan Setiap antibiotik sangat beragam keefektifannya dalam melawan berbagai jenis bakteri. Ada antibiotika yang membidik bakteri gram negatif atau gram positif, ada pula yang spektrumnya lebih luas. Keefektifannya juga bergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut.
Antibiotika oral (yang dimakan) mudah digunakan bila efektif, dan antibiotika intravena (melalui infus) digunakan untuk kasus yang lebih serius. Antibiotika kadangkala dapat digunakan setempat, seperti tetes mata dan salep.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ANTIBIOTIKA
Antibiotika adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri.
Penggunaan antibiotika khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi, meskipun dalam bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi terhadap mutan atau transforman. Antibiotika bekerja seperti pestisida dengan menekan atau memutus satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakteri.
Antibiotika yang akan digunakan untuk membasmi mikroba penyebab penyakit pada manusia, harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya antibiotika tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk manusia.
Yang harus selalu diingat, antibiotika hanya mampu dan efektif membunuh bakteri tetapi tidak dapat membunuh virus. Antibiotik hanya melawan infeksi bakteri dan tidak bekerja melawan infeksi virus, seperti flu, pilek, sakit tenggorokan, gondok, bronkitis, dll. Antibiotik yang dipergunakan untuk mengobati infeksi virus malah bisa membahayakan tubuh, hal ini dikarenakan setiap kali dosis antibiotik diambil virus tidak terpengaruh, malah sebaliknya, terjadi peningkatan kekebalan bekteri terhadap antibiotik. Bakteri yang kebal dengan antibiotik tidak dapat dibunuh dengan obat tersebut pada dosis yang sama. Karena itu, penyakit yang dapat diobati dengan antibiotika adalah penyakit-penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Penyebab timbulnya resistensi antibiotika yang utama karena penggunaan antibiotika yang tidak tepat, tidak tepat sasaran, dan tidak tepat dosis. Tidak tepat sasaran, salah satunya adalah pemberian antibiotika pada pasien yang bukan menderita penyakit infeksi bakteri. Walaupun menderita infeksi bakteri, antibiotika yang diberikan pun harus dipilih secara seksama. Tidak semua antibiotik ampuh terhadap bakteri tertentu.
Terlalu sering mengkonsumsi antibiotika juga berdampak buruk pada “bakteri-bakteri baik” yang menghuni saluran pencernaan kita. Bakteri-bakteri tersebut dapat terbunuh padahal mereka bekerja membuat zat-zat yang bermanfaaat bagi kesehatan kita.
Penemuan suatu antibiotika, harus memenuhi kaidah-kaidah farmasi, termasuk didalamnya syarat karakter yang harus dimiliki oleh suatu antibiotika.
Secara umum sebaiknya obat antibiotika mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
· Menghambat atau membunuh patogen tanpa merusak hospes
Bersifat bakterisidal dan bukan bakteriostatik
Bersifat bakterisidal dan bukan bakteriostatik
· Tidak menyebabkan resistensi pada bakteri
· Berspektrum luas
· Tidak bersifat alergenik atau menimbulkan efek samping bila dipergunakan dalam jangka waktu yang lama
· Tetap aktif dalam plasma, cairan tubuh atau eksudat
· Larut di dalam air dan stabil
· Kadar bakterisidal di dalam tubuh cepat tercapai dan bertahan dalam waktu yang lama.
(Unibraw,2003)
B. MEKANISME KERJA ANTIBIOTIKA
Antibiotika pada prinsipnya bekerja pada tiga area pada kuman yaitu pada dinding sel, pada membrane sel, pada proses pembentukan protein yaitu proses centra dogma.
1. Penghambatan pada sistesis dinding sel
Sintesis dinding sel berupa sintesis peptidoglikan yang menjadi unsur dinding sel bakteri. Proses ini diawali dari subunit dinding yang dibawa melintasi membran sitoplasma dan akhirnya dimasukkan dalam molekul peptidoglikan yang sedang berkembang.
Secara terperinci proses ini terbagi dalam tiga tahapan, yaitu:
a. Biosintesis molekul prekusor dengan berat ringan pada sitoplasma.
Antibiotika yang bekerja pada titik ini adalah Fosfomycin, cycloserine
b. Transfer subunit nukleotida prekusor ke peptidoglikan yang sedang berkembang dan bergabung ke substrat dinding sel.
Antibiotika yang bekerja pada proses Transfer subunit nukleotida prekusor ke peptidoglikan yang sedang berkembang adalah Bacitracin.
Antibiotika yang bekerja pada proses bergabung ke substrat dinding sel adalah Glycopeptides (vancomycin dan teicoplanin)
c. Polimerisasi subunit ke peptidoglikan baru.
Antibiotika yang bekerja pada tahap ini ada tiga
a.Natural penicillins (penicillin G, phenoxymethyl penicillin),
Penicillinase-resistant penicillins (Methicillin, Nafcillin, Oxacillin, Cloxacillin),
Aminopenicillin (Ampicillin, Amoxycillin);
beta-lactamase inhibitors (clavulanic acid, sul/tazo-bactam)
b. Cephalosporins (1st – 4th generation),
Cephamycin
c. Carbapenems, Monobactams
2. Penghambatan pada fungsi membran sitoplasma
Membran sitoplasma berfungsi sebagai barrier untuk air, ion, nutrisi dan system transport.
Ø Membran bakteri. Contoh : Polymixin, gramicidins
Ø Membran jamur.
· Berinteraksi dengan membran sterol jamur untuk memproduksi kompleks membrane-polyene yang merubah permeabilitas membran atau menciptakan pori sehingga isi jamur lisis.
Contoh: amphotericin B, nystatin, promaricin
· Menginterferensi lapisan lemak jamur sehingga terjadi kerusakan membran jamur.
Contoh : miconazole, ketonazole, clotrimazole and fluconazole
3. Penghambatan sintesis asam nukleat
Proses ini dapat dibagi dalam beberapa tingkatan.
Ø Penghambatan sintesis prekusor untuk asam nukleat yaitu folat. Contoh sulphonamides, trimethoprim
Ø Penghambatan aktifitas DNA gyrase yaitu : Topoisomerase II yang berfungsi pada relaksasi supercoil DNA, dan Topoisomerase IV yang berfungsi memisahkan anakan DNA selama replikasi kromosom dalam bakteri.
Contoh : Quinolones : Nalidixid acid, ciprofloxacin, levofloxacin, gati / moxi-floxacin).
Ø Penghambatan RNA polymerase
Contoh : Rifampicin
Ø Menginterferensi replikasi DNA
Contoh : Metronidazole
4. Penghambatan sintesis protein
Menghambat proses translasi mRNA ke protein. Proses translasi tersebut terjadi pada ribosom, baik pada subunit 30 S maupun subunit 50 S. Kedua titik tersebut yang menjadi target kerja dari antibiotika.
Antibiotika dengan kerja pada 30S subunit
§ Aminoglycosides
§ Tetracyclines
Antibiotika dengan kerja pada 50S subunit
§ Chloramphenicol
§ Macrolides , Azalides and Lincosamides
§ Fusidic acid
C. PENGGOLONGAN ANTIBIOTIKA
Antibiotika dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Aminoglikoid : bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri.
Karena efektif dalam menghambat produksi protein bakteri, aminoglikosida diberikan antara lain untuk mengobati tifus dan pneumonia. Meskipun efektif dalam mengobati bakteri penyebab infeksi, terdapat resiko yaitu bakteri semakin tahan terhadap antibioti ini.
Aminoglikosida juga diberikan dalam kombinasi dengan penisilin atau sefalosporin. Aminoglikosida efektif mengendalikan dan mengobati infeksi bakteri,namun berpotensi melemahkan ginjal dan fungsi hati.
2. Sefalosforin : bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan serta mengaktifkan enzim pada dinding sel bakteri.
Seperti penisilin, bekerja menggangu pembentukan dinding sel bakteri selama reproduksi. Namun antibiotik mampu mengobati berbagai infeksi bakteri yang tidak dapat diobati dengan penisilin, seperti meningitis, gonorhoe, dll.
Dalam kasus dimana orang sensitif terhadap penisilin, maka sefalosporin bisa diberikan sebagai alternatif. Namun dalam banyak kasus, ketika seseorang alergi terhadap penisilin, maka kemungkinan besar dia akan alergi terhadap sefalosporin juga.
Efek samping dari antibiotik ini adalah ruam, diare, kejang perut, dan demam.
3. Klorampenikol : bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri
4. Makrolida : bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri
Makrolida mencegah biosintesis protein bakteri dan biasanya diberikan untuk mengobati pasien yang sangat sensitif terhadap penisilin. Makrolida memiliki spektrum lebih lua dibandingkan dengan penisilin dan digunakan untuk mengobati infeksi saluran pernapasan, infeksi saluran lambung, dll.
Ketidaknyamanan pencernaan, mual dan daire adalah beberapa efek samping dari makrolida. Selain itu wanita hamil dan menyusui tidak boleh mengkonsumsi makrolida.
5. Penisilin : bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan
Penisilin adalah kelompok agen bakterisida yang terdiri dari penisilin G, penisilin V, ampisilin, tikarsilin, kloksasilin, oksasilin, amoksisilin, dan nafsilin.
Antibiotik ini digunakan untuk mengobati infeksi yang berkaitan dengan kulit, gigi, mata, telinga, saluran pernapasan, dll.
Sebagian orang mungkin mengalami alergi terhadap penisilin dengan keluhan ruam atau demam karena hipersensitivitas terhadap antibiotik. Seringkali penisilin diberikan dalam kombinasi dengan berbagai jenis antibiotik lainnya.
6. Beta laktam golongan lain : bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan serta mengaktifkan enzim autolisis pada dinding sel bakteri
7. Kuinolon : bekerja dengan menghambat sintesis satu atau lebih enzim topoisomerase yang bersifat esensial untuk replikasi dan transkipsi DNA bakteri
8. Tetrasiklin : bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri
Tetrasiklin adalah antibiotik spektrum luas yang digunakan untuk mengobati berbagai infeksi seperti infeksi telinga tengah, saluran pernapasan, saluran kemih, dll.
Pasien dengan masalah hati harus hati-hati saat mengambil ttrasiklin karena dapat memperburuk masalah.
9. Kombinasi antibakteri
10. Fluoroquinolones
Fluoroquinolones adalah satu-satunya kelas antibiotik yang secara langsung menghentikan sintesis DNA bakteri.
Karena dapat diserap dengan baik oleh tubuh, fluoroquinolones dapat diberikan secara oral. Antibiotik ini dianggap relatif aman dan banyak digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih dan saluran pernapasan.
Namun fluoroquinolones diduga mempengaruhi pertumbuhan tulang. Itu sebabnya obat ini tidak direkomendasikan untuk wanita hamil atau anak-anak.
Efek samping yang sering timbul meliputi mual, muntah, diare, dll.
Antibiotika dapat digolongkan berdasarkan sasaran kerja senyawa tersebut dan susunan kimiawinya. Ada enam kelompok antibiotika dilihat dari target atau sasaran kerjanya:
· Inhibitor sintesis dinding sel bakteri, mencakup golongan Penisilin, Polipeptida dan Sefalosporin, misalnya ampisilin, penisilin G
· Inhibitor transkripsi dan replikasi, mencakup golongan Quinolone, misalnya rifampisin, aktinomisin D, asam nalidiksat
· Inhibitor sintesis protein, mencakup banyak jenis antibiotik, terutama dari golongan Makrolida, Aminoglikosida, dan Tetrasiklin, misalnya gentamisin, kloramfenikol, kanamisin, streptomisin,tetrasiklin, oksitetrasiklin, eritromisin, azitromisin
· Inhibitor fungsi membran sel, misalnya ionomisin, valinomisin;
· Inhibitor fungsi sel lainnya, seperti golongan sulfa atau sulfonamida, misalnya oligomisin, tunikamisin; dan
· Antimetabolit, misalnya azaserine.
Berdasarkan formulasi obat dan cara memerangi bakteri, ada dua jenis antibiotik – bakteriostatik (bacteriostatic) dan bakterisida (bactericide).
1. Antibiotik Bakteriostatik
Seperti namanya, antibiotik bakteriostatik menghambat pertumbuhan bakteri, alih-alih membunuhnya secara langsung.
Karena bakteri patogen terhambat pertumbuhannya, sistem kekebalan tubuh dapat dengan mudah memerangi infeksi.
Mekanisme kerja antibiotik bakteriostatik adalah dengan mengganggu sintesis protein pada bakteri penyebab penyakit.
Contoh antibiotik bakteriostatik populer adalah spectinomycin (mengobati gonore), tetracycline (umum digunakan untuk infeksi), chloramphenicol (untuk semua jenis infeksi bakteri), dan macrolide (efektif untuk bakteri gram positif).
2. Antibiotik Bakterisida
Antibiotik bakterisida mengandung senyawa aktif yang secara langsung membunuh bakteri.
Untuk membunuh bakteri, antibiotik jenis ini menargetkan dinding sel keluar, membran sel bagian dalam, serta susunan kimia bakteri.
Contoh umum antibiotik bakterisida adalah penicillin (menyerang dinding sel luar), polymyxin (menargetkan membran sel), dan quinolone (menggangu jalur enzim).
Beberapa zat bakteriosida digunakan sebagai desinfektan, sterilisasi, dan antiseptik.
Antibiotik dengan sasaran spesifik
Satu jenis antibiotik tidak akan membunuh semua bakteri. Dengan demikian, selain klasifikasi menurut modus tindakan, antibiotik juga diklasifikasikan berdasarkan kekhususan target.
Itu sebabnya, antibiotik juga bisa diklasifikasikan menjadi antibiotik spektrum luas dan antibiotik spektrum sempit. Antibiotik spektrum luas efektif membunuh jenis bakteri patogen (misalnya tetracycline, tigeycline, dan chloramphenicol). Sedangkan antibiotik spektrum sempit (misalnya oxazolidinone dan qlyclycycline) direkomendasikan untuk mengobati jenis tertentu dari bakteri penyebab penyakit.
D. RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK
Resistensi bakteri memiliki beberapa pengertian, antara lain:
1. Inaktifasi obat
Ketidak efektifan obat dapat dihasilkan dari enzim spesifik seperti ß lactamase yang diproduksi oleh bakterimenyumbat sistem kerja antibiotika, misalnya antibiotika gagal melewati membrane sel.
2. Perubahan target obat
Bakteri dapat merubah protein pengikat penisilin (PBPs/Penicillin Binding Proteins) sebagai contoh MRSAyang terjadi perubahan PBPs sehingga ß lactam tidak dapat berikatan dengan komponen sel bakteri.
Hal serupa juga terjadi pada Vancomycin Resistant Enterococci dapat merubah ikatan area akhir D-ala D-ala menjadi D-ala L-lys. Ikatan ini dapat dikenali oleh enzim transpeptidase bakteri tetapi tidak dikenali olehVancomycin. Contoh lain adalah resistensi erythromycin melalui perubahan subunit ribosom 50s.
3. Berkurangnya keutamaan area target kerja antibiotik
Sebagai contoh, pada pengobatan abses tidak dapat diterapi dengan sufonamid karena tidak efektifmenangani infeksi yang menyebar. Sulfonamid bekerja menghambat sintesis asam folat, sedangkan asam folatdigunakan untuk sintesis nukleotida DNA. Pada abses ditemukan banyak sekali sel mati, termasuk didalamnya DNA yang tersebar di abses tersebut sehingga seolah-olah bakteri berada dalam lautan nukleotidayang menjadi bahan baku sintesis DNA tersebut. Bakteri tidak membutuhkan asam folat dalam kondisi abses.
4. Produksi berlebih pada sel target
Sebagai contoh adalah trimethoprim, bakteri mampu memproduksi DHFR (Dihydrofolate Reductase) secaraberlebihan untuk menghambat kerja trimethoprim
5. Berkurangnya jalur antibiotika menuju sel target
Bakteri dapat merubah membrane protein terluarnya, misalnya porin, yang digunakan antibiotika untuk masuk kedalam sel bakteri. Sehingga jalan masuk tersebut ditutup, meskipun tidak menhalangi total karenaantibiotika masih mampu masuk lewat jalur lain. Namun ini mengakibatkan timbulnya resistensi yang memicupeningkatan dosis antibiotika.
Sebagai contoh pada infeksi oleh gonococcus (Neisseria gonorrhoea), resistensi pada penisilin terjadi karenaadanya perubahan permeabilitas penisilin. Hal ini yang menyebabkan dosis untuk menangani infeksigonococcus selalu meningkat.
6. Kegagalan untuk mengaktifkan prodrug non aktif
Hilangnya gen yang mengatur enzim pengaktif prodrug. Sebagai contoh adalah izoniazid (Duy, 1997)
Resistensi antibiotika timbul bila suatu antibiotika kehilangan kemampuannya untuk secara efektif mengendalikan atau membasmi pertumbuhan bakter; dengan kata lain bakteri mengalami “resistensi” dan terus berkembangbiak meskipun telah diberikan antibiotika dalam jumlah yang cukup untuk pengobatan.
Resistensi terhadap antibiotika adalah fenomena yang alami. Bila suatu antibiotika digunakan, bakteri yang mengalami resistensi terhadap antibiotika tersbut memiliki kesempatan yang lebih besar untuk dapat terus hidup daripada bakteri lain yang lebih “rentan.” Bakteri yang rentan akan dapat dibasmi atau dihambat pertumbuhannya oleh suatu antibiotika, menghasilkan suatu a tekanan selektif terhadap bakteri lain yang masih bertahan hidup untuk menciptakan turunan yang resisten terhadap antibiotika.
Beberapa resistensi timbul tanpa adanya campur tangan manusia, bila suatu bakteri dapat memroduksi dan menggunakan antibiotika untuk melawan bakteri yang lain, sehingga menyebabkan timbulnya seleksi alam dalam tingkat yang lebih rendah untuk menimbulkan resistensi terhadap antibiotika. Namun demikian, bakteri yang mengalami resistensi terhadap antibiotika dalam jumlah yang sangat tinggi sekarang ini disebabkan karena adanya penyalahgunaan dan penggunaan antibiotika secara berlebihan. Di beberapa negara dan melalui internet, antibiotik dapat dibeli tanpa adanya resep dokter. Pasien kadang-kadang minum antibiotik meskipun ia tidak membutuhkannya, untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh virus seperti selesma.
Beberapa resistensi timbul tanpa adanya campur tangan manusia, bila suatu bakteri dapat memroduksi dan menggunakan antibiotika untuk melawan bakteri yang lain, sehingga menyebabkan timbulnya seleksi alam dalam tingkat yang lebih rendah untuk menimbulkan resistensi terhadap antibiotika. Namun demikian, bakteri yang mengalami resistensi terhadap antibiotika dalam jumlah yang sangat tinggi sekarang ini disebabkan karena adanya penyalahgunaan dan penggunaan antibiotika secara berlebihan. Di beberapa negara dan melalui internet, antibiotik dapat dibeli tanpa adanya resep dokter. Pasien kadang-kadang minum antibiotik meskipun ia tidak membutuhkannya, untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh virus seperti selesma.
Beberapa bakteri secara alami memang resisten terhadap antibiotike tipe tertentu. Namun, bakteri juga dapat menjadi resisten melalui dua cara: 1) dengan mutasi genetika atau 2) dengan mendapatkan resistensi dari bakteri lainnya.
Mutasi, perubahan spontan yang jarang terjadi pada materi genetis bakteri, diperkirakan terjadi pada satu dari satu juta hingga satu dari sepuluh juta sel. Mutasi genetis yang berbeda akan menghasilkan tipe resistensi yang berbeda juga. Beberapa mutasi mengakibatkan bakteri dapat menghasilkan zat kimia (enzim) yang cukup untuk menonaktifkan antibiotika, sementara mutasi yang lain dapat menghilangkan sel yang menjadi target serangan antibiotika. Mutasi jenis lain menutup gerbang tempat masuknya antibiotika ke dalam sel, dan mutasi yang lain lagi menghasilkan mekanisme pemompa yang dapat mengirim antibiotika keluar sel sehingga antibiotika tersebut tidak akan pernah dapat mencapai sasarannya.
Bakteri bisa mendapatkan gen-gen resisten terhadap antibiotika dari bakteri lain dengan beberapa cara. Dengan melakukan proses perkawinan sederhana yang disebut “konjugasi,” bakteri dapat mentransfer materi genetik, termasuk kode-kode genetik yang resisten terhadap antibiotika (ditemukan dalam plasmids and transposons ) dari satu bakteri ke bakteri yang lainnya. Virus juga merupakan mekanisme lain untuk menularkan sifat resistensi diantara beberapa bakteri. Sifat resistensi turunan dari satu bakteri dikemas ke dalam bagian kepala virus. Kemudian virus tersebut menyuntikkan sifat resisten ke dalam bakteri baru yang diserangnya. Bakteri juga memiliki kemampuan untuk mendapatkan DNA, “gratis” yang masih polos dari lingkungan mereka.
Bakteri yang mendapatkan gen-gen resisten, baik melalui mutasi spontasn atau melalui pertukaran genetis dengan bakteri lainnya, memiliki kemampuan untuk melawan satu atau lebih jenis antibiotika. Karena bakteri dapat mengumpulkan beberapa sifat resistensi seiring dengan berjalannya waktu, mereka dapat menjadi resisten terhadap beberapa jenis antibiotika yang berbeda.
Mutasi, perubahan spontan yang jarang terjadi pada materi genetis bakteri, diperkirakan terjadi pada satu dari satu juta hingga satu dari sepuluh juta sel. Mutasi genetis yang berbeda akan menghasilkan tipe resistensi yang berbeda juga. Beberapa mutasi mengakibatkan bakteri dapat menghasilkan zat kimia (enzim) yang cukup untuk menonaktifkan antibiotika, sementara mutasi yang lain dapat menghilangkan sel yang menjadi target serangan antibiotika. Mutasi jenis lain menutup gerbang tempat masuknya antibiotika ke dalam sel, dan mutasi yang lain lagi menghasilkan mekanisme pemompa yang dapat mengirim antibiotika keluar sel sehingga antibiotika tersebut tidak akan pernah dapat mencapai sasarannya.
Bakteri bisa mendapatkan gen-gen resisten terhadap antibiotika dari bakteri lain dengan beberapa cara. Dengan melakukan proses perkawinan sederhana yang disebut “konjugasi,” bakteri dapat mentransfer materi genetik, termasuk kode-kode genetik yang resisten terhadap antibiotika (ditemukan dalam plasmids and transposons ) dari satu bakteri ke bakteri yang lainnya. Virus juga merupakan mekanisme lain untuk menularkan sifat resistensi diantara beberapa bakteri. Sifat resistensi turunan dari satu bakteri dikemas ke dalam bagian kepala virus. Kemudian virus tersebut menyuntikkan sifat resisten ke dalam bakteri baru yang diserangnya. Bakteri juga memiliki kemampuan untuk mendapatkan DNA, “gratis” yang masih polos dari lingkungan mereka.
Bakteri yang mendapatkan gen-gen resisten, baik melalui mutasi spontasn atau melalui pertukaran genetis dengan bakteri lainnya, memiliki kemampuan untuk melawan satu atau lebih jenis antibiotika. Karena bakteri dapat mengumpulkan beberapa sifat resistensi seiring dengan berjalannya waktu, mereka dapat menjadi resisten terhadap beberapa jenis antibiotika yang berbeda.
Secara genetis, resistensi antibiotika menyebar melalui populasi bakteri baik secara “vertikal,” saat generasi baru mewarisi gen-gen yang resisten terhadap antibiotika, dan secara “horisontal,” saat bakteri berbagi atau saling menukar materi genetis dengan bakteri yang lain. Transfer gen secara horisontal dapat terjadi diantara spesies bakteri yang berbeda. Secara lingkungan, resistensi antibiotika menyebar saat bakteri tersebut bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain; bakteri dapat menyebar melalui pesawat udara, air dan angin. Orang dapat menyebarkan bakteri resisten pada orang lain; misalnya, melalui batuk atau kontak langsung dengan tangan-tangan yang tidak dicuci sebelumnya.
sifat resistensi bakteri terhadap antibiotika dapat hilang, namun proses pembalikan seperti ini terjadi dalam waktu yang lebih lambat. Bila tekanan selektif yang terjadi karena adanya antibiotika dihilangkan, populasi bakteri dapat berpotensi berubah menjadi suatu populasi yang dapat merespons pemberian antibiotika.
E. ASAL USUL RESISTENSI BAKTERI
1. Asal resistensi obat nongenetik
Hampir semua antibiotika bekerja dengan baik pada masa pembelahan sel bakteri, sehingga bakteri yang tidakaktif membelah pada umumnya resisten terhadap obat. Misalnya Mycobacterium tuberculosa yang berada didalam jaringan tidak akan membelah.
Kemampuan bakteri menghilangkan struktur target dari antibiotika, contohnya adalah bakteri yangmenghilangkan struktur dinding sel akan resisten terhadap antibiotika yang bekerja pada dinding sel.
Bakteri yang menginfeksi di bagian tubuh yang tidak dapat dicapai oleh antibiotika akan resisten terhadapantibiotika. Sebagai contoh adalah resistensi Salmonella typhi oleh karena bakteri berada intraseluler.
2. Resistensi genetik
a. Resistensi kromosomal
Resistensi kromosomal terjadi karena mutasi spontan akibat mekanisme seleksi terhadap supresi oleh obat.Misalnya hilangnya reseptor PBPs (Penicillin Binding Proteins) terhadap antibiotika ß lactam.
b. Resistensi ekstra kromosomal
Bakteri mengandung materi kinetik ekstra kromosomal yang disebut plasmid. Plasmid merupakan molekul DNA yang melingkar (sirkuler) dan mempunyai ciri-ciri :
· Mempunyai berat ± 1-3 % dari kromosom bakteri
· Berada bebas dalam sitoplasma bakteri
· Adakalanya dapat bersatu dengan kromosom bakteri
· Dapat melakukan replikasi sendiri secara otonom
· Dapat berpindah atau dipindahkan dari satu spesies ke spesies lain. Misalnya Di Antara E. coli dan V.cholerae
(UNBRAW, 2003)
Hampir semua antibiotika bekerja dengan baik pada masa pembelahan sel bakteri, sehingga bakteri yang tidakaktif membelah pada umumnya resisten terhadap obat. Misalnya Mycobacterium tuberculosa yang berada didalam jaringan tidak akan membelah.
Kemampuan bakteri menghilangkan struktur target dari antibiotika, contohnya adalah bakteri yangmenghilangkan struktur dinding sel akan resisten terhadap antibiotika yang bekerja pada dinding sel.
Bakteri yang menginfeksi di bagian tubuh yang tidak dapat dicapai oleh antibiotika akan resisten terhadapantibiotika. Sebagai contoh adalah resistensi Salmonella typhi oleh karena bakteri berada intraseluler.
2. Resistensi genetik
a. Resistensi kromosomal
Resistensi kromosomal terjadi karena mutasi spontan akibat mekanisme seleksi terhadap supresi oleh obat.Misalnya hilangnya reseptor PBPs (Penicillin Binding Proteins) terhadap antibiotika ß lactam.
b. Resistensi ekstra kromosomal
Bakteri mengandung materi kinetik ekstra kromosomal yang disebut plasmid. Plasmid merupakan molekul DNA yang melingkar (sirkuler) dan mempunyai ciri-ciri :
· Mempunyai berat ± 1-3 % dari kromosom bakteri
· Berada bebas dalam sitoplasma bakteri
· Adakalanya dapat bersatu dengan kromosom bakteri
· Dapat melakukan replikasi sendiri secara otonom
· Dapat berpindah atau dipindahkan dari satu spesies ke spesies lain. Misalnya Di Antara E. coli dan V.cholerae
(UNBRAW, 2003)
F. MEKANISME RESISTENSI BAKTERI PADA ANTIBIOTIK
Berbagai jenis bakteri saat ini semakin cerdik menghancurkan kerja antibiotik. Selain itu, bakteri juga mampu menghancurkan mekanisme pertahanan yang seharunya dipakai antibiotik untuk melawan infeksi. Akibatnya makin banyan bakteri yang meningkat kekebalannya.
Para peneliti daru Universitas New York mengatakan beberapa bakteri patogen bisa menghasilkan semacam nitric oxide yang memproduksi enzim yang membuatnya jadi resisten terhadap antibiotik. Selanjutnya, bakteri yang kebal itu dengan cepat berkembang biak dan menghasilkan koloni baru dan makin sulit dilumpuhkan.
Karena itu para ahli berusaha membuat obat-obatan yang mampu menghambat produksi enzim tersebut agar antibiotik dapat semakin kuat, bahkan bakteri super seperti methicillin-resistant straphylococcus aureus atau MRSA pun bisa dihancurkan.
‘Membuat obat baru untuk melawan bakteri yang resisten seperti MRSA adalah sebuah tantangan, yang dikaitkan dengan biaya besar dan isu keamanan kesehatan,” kata Evgeny Nudler dari Langone Medical Center, AS.
Banteri yang resisten pada antibiotik, seperti MRSA telah menjadi masalah utama kesehatan dunia, dann telah membunuh sedikitnya 19.000 orang di Amerika Serikat setiap tahunnya.
Dalam riset yang dilakukan oleh Nudler diketahui bahwa kebanyakan antibiotik membunuh bekteri dengan memproduksi partikel berbahaya yang dikenal sebagaispesies reaktif oksigen atau axidatif stes.
“Antibiotik membuat bakteri memproduksi lebih banyak jenis reaktif oksigen. Hal itu akan merusak DNA dan membuat bakteri tak bisa bertahan, bahkan mati. Nitric oxide dikeluarkan bakteri untuk melindungi dari oxidatif stres”, kata Nudler yang hasil risetnya dipublikasikan dalam jurnal Science.
Karena itu, menurut Nudler komponen sitesis nitric oxide inhibitor yang biasanya ada pada obat anti peradangan bisa dipakai untuk mengurangi produksi nitric oxide yang dihasilkan bakteri, dengan demikian kekuatan bakteri untuk melawan antibiotik pun berkurang. Ini artinya, para ilmuan tidak perlu mencari antibiotik baru.
G. PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA
Karena biasanya antibiotika bekerja sangat spesifik pada suatu proses, mutasi yang mungkin terjadi pada bakteri memungkinkan munculnya strain bakteri yang 'kebal' terhadap antibiotika. Itulah sebabnya, pemberian antibiotika biasanya diberikan dalam dosis yang menyebabkan bakteri segera mati dan dalam jangka waktu yang agak panjang agar mutasi tidak terjadi. Penggunaan antibiotika yang 'tanggung' hanya membuka peluang munculnya tipe bakteri yang 'kebal'.
Pemakaian antibiotika di bidang pertanian sebagai antibakteri umumnya terbatas karena dianggap mahal, namun dalam bioteknologi pemakaiannya cukup luas untuk menyeleksi sel-sel yang mengandung gen baru. Praktik penggunaan antibiotika ini dikritik tajam oleh para aktivis lingkungan karena kekhawatiran akan munculnya hama yang tahan antibiotika.
H. SENSITIVITAS TEST
Antibiotika diberikan secara tepat sesuai diagnosa penyebab penyakit infeksinya. Untuk menentukanpenyebab penyakitnya, maka secara ideal diperlukan diagnosa bakteriologik dan tes kepekaan bakteriterhadap antibiotika. Tes tersebut dalam laboratorium mikrobiologi disebut tes sensitifitas.
Setiap pasien dengan infeksi, sebaiknyadilakukan tes sensitifitas in vitro,sehingga antibiotika yang tepat dapat ditentukan dan diberikan pada pasien.Tes sensitifitas juga menunjukkan bahwa bakteri menjadi semakin resisten terhadap berbagai sediaan antibiotika.
Ada beberapa cara tes sensitifitas, namun semua tes tersebut harus memenuhi kriteria:
Ada beberapa cara tes sensitifitas, namun semua tes tersebut harus memenuhi kriteria:
· Menyediakan informasi yang akurat dan cepat
· Harga relatif terjangkau/murah
· Mudah untuk dilakukan
Tes sensitifitas dapat dilakukan dengan berbagai cara :
A. Dilusi cair atau dilusi padat
Pendekatan yang lebih kuantitatif untuk menguji sensitifitas bakteria terhadap suatu antibiotik atau mencarinilai Minimum Inhibitory Concentration: MIC (Leong,1999). Pada dasarnya antibiotik diencerkan sampai didapatkan beberapa konsentrasi. Pada dilusi cair, masing-masing konsentrasi obat ditambah suspensi bakteri dalam media cair, sedangkan pada dilusi padat tiap konsentrasi obat dicampur dengan media agar lalu ditanami bakteri. Ada beberapa metode dilusi, yaitu: Broth macrodilution, Microdilution, dan Agar dilution tests
(Vyas,2008)
B. Difusi
Memakai media Mueller Hinton agar. Ada beberapa cara :
1.Cara Kirby Bauer (diambil dari nama ahli mikrobiologi W. Kirby dan A.
A. Dilusi cair atau dilusi padat
Pendekatan yang lebih kuantitatif untuk menguji sensitifitas bakteria terhadap suatu antibiotik atau mencarinilai Minimum Inhibitory Concentration: MIC (Leong,1999). Pada dasarnya antibiotik diencerkan sampai didapatkan beberapa konsentrasi. Pada dilusi cair, masing-masing konsentrasi obat ditambah suspensi bakteri dalam media cair, sedangkan pada dilusi padat tiap konsentrasi obat dicampur dengan media agar lalu ditanami bakteri. Ada beberapa metode dilusi, yaitu: Broth macrodilution, Microdilution, dan Agar dilution tests
(Vyas,2008)
B. Difusi
Memakai media Mueller Hinton agar. Ada beberapa cara :
1.Cara Kirby Bauer (diambil dari nama ahli mikrobiologi W. Kirby dan A.
W. Bauer di tahun 1966). atau disebutfilter paper disk agar diffusion method, juga dikenal sebagai NCCLS/National Committee for Clinical Laboratory Standards (Harley, 2002).
Prosedurnya sebagai berikut:
a. Diambil beberapa koloni kuman lalu disuspensikan ke dalam 0,5 ml BHI (Brain Heart Infusion) cair,diinkubasikan 4 jam pada 37 C
b. Suspensi tsb ditambah dengan aquades steril hingga kekeruhan tertentu sesuai dengan standardkonsentrasi kuman 108 CFU per ml (Colony Forming Unit)
c. Kapas lidi steril dicelupkan ke dalam suspensi kuman lalu ditekan-tekan pada dinding tabung hinggakapasnya tidak terlalu basah, lalu dioleskan pada permukaan media agar hingga rata
d. Lalu diletakkan kertas samir/disk yang mengandung antibiotik diatasnya, inkubasi dalam suhu 37 C selama18-24 jam
Pembacaan hasil :
Jika tidak ada penghambatan, perkembangan meluas dari cakram pada semua sisi dan organisme dilaporkanresisten (R). Jika terdapat zona hambatan di sekitar disk, harus diukur diameter zona hambatnya kemudiandibandingkan dengan table standard an bila masih sensitive diberikan simbol Susceptible (S). Pada beberapakasus tidak dapat diidentifikasikan apakah antibiotika tersebut sensitive atau resisten. Untuk kasus tersebutdiberi simbol (I) atau Intermediate
Hasil tes Kirby-Bauer
Dalam gambar tampak hasil tes A sampai dengan E masih terdapat zona hambat di sekitar antibiotik disk, yangberarti kuman tersebut peka terhadap antiobiotik tersebut. Sedangkan F tidak terdapat zona hambat di sekitarantibiotik disk, yang berarti kuman tersebut resisten terhadap antibiotik tersebut.
(Morello, 2003)
a. Diambil beberapa koloni kuman lalu disuspensikan ke dalam 0,5 ml BHI (Brain Heart Infusion) cair,diinkubasikan 4 jam pada 37 C
b. Suspensi tsb ditambah dengan aquades steril hingga kekeruhan tertentu sesuai dengan standardkonsentrasi kuman 108 CFU per ml (Colony Forming Unit)
c. Kapas lidi steril dicelupkan ke dalam suspensi kuman lalu ditekan-tekan pada dinding tabung hinggakapasnya tidak terlalu basah, lalu dioleskan pada permukaan media agar hingga rata
d. Lalu diletakkan kertas samir/disk yang mengandung antibiotik diatasnya, inkubasi dalam suhu 37 C selama18-24 jam
Pembacaan hasil :
Jika tidak ada penghambatan, perkembangan meluas dari cakram pada semua sisi dan organisme dilaporkanresisten (R). Jika terdapat zona hambatan di sekitar disk, harus diukur diameter zona hambatnya kemudiandibandingkan dengan table standard an bila masih sensitive diberikan simbol Susceptible (S). Pada beberapakasus tidak dapat diidentifikasikan apakah antibiotika tersebut sensitive atau resisten. Untuk kasus tersebutdiberi simbol (I) atau Intermediate
Hasil tes Kirby-Bauer
Dalam gambar tampak hasil tes A sampai dengan E masih terdapat zona hambat di sekitar antibiotik disk, yangberarti kuman tersebut peka terhadap antiobiotik tersebut. Sedangkan F tidak terdapat zona hambat di sekitarantibiotik disk, yang berarti kuman tersebut resisten terhadap antibiotik tersebut.
(Morello, 2003)
2. Cara Joan-Stokes, yaitu dengan cara membandingkan radius zona hambatan yang terjadi antara baktericontrol yang sudah diketahui kepekaannya terhadap obat tersebut dengan isolate bakteri yang diuji. Pada caraini, prosedur tes sensitifitas untuk bakteri control dan bakteri uji dilakukan bersama-sama dalam satu piringagar.
C. Antimicrobial Gradient
Cara ini termasuk cara baru, dengan menggunakan satu jenis antibiotika dengan beberapa derajat konsentrasiyang diletakkan pada strip plastik, sering disebut E-test. Prinsipnya hampir serupa dengan cara Kirby Bauer,yaitu meletakkan strip pada agar Muller Hinton, kemudian dilakukan inkubasi 12 jam dan dilakukanpengamatan adanya zona hambat.
Zona hambat
E-test
Zona hambat
E-test
D. Short-Incubation Automated Instrument Systems (SIAIS)
FDA (Food and Drugs Administration) memperkenalkan dua system untuk tes sensitifitas yang lebih cepatdan akurat, yaitu MicroScan walk away dan Vitek systems. Kedua system ini menggunakan tehnik yang samaboth systems utilize similar techniques. Sebuah penampang microdilution diberi bakteri dengan jumlah yangtelah diketahui sebelumnya. Kemudian beberapa antibiotika dapat diberikan pada penampang microdilution.Dalam 3 sampai 10 jam akan muncul pada software, informasi mengenai reaksi, identifikasi bakteri, dan polaresistensi antibiotika. Cara ini merupakan cara terbaru dan menggunakan tekhnologi tercepat.
(Vyas, 2008)
FDA (Food and Drugs Administration) memperkenalkan dua system untuk tes sensitifitas yang lebih cepatdan akurat, yaitu MicroScan walk away dan Vitek systems. Kedua system ini menggunakan tehnik yang samaboth systems utilize similar techniques. Sebuah penampang microdilution diberi bakteri dengan jumlah yangtelah diketahui sebelumnya. Kemudian beberapa antibiotika dapat diberikan pada penampang microdilution.Dalam 3 sampai 10 jam akan muncul pada software, informasi mengenai reaksi, identifikasi bakteri, dan polaresistensi antibiotika. Cara ini merupakan cara terbaru dan menggunakan tekhnologi tercepat.
(Vyas, 2008)
E. Deteksi Gen Penyandi Resistensi
Deteksi ini mencari gen berupa segmen DNA atau RNA. Ada beberapa metode yang dipakai, antara lain RRP(Reaksi Rantai Polimerase) dan RRP-LiPA (RRP- Line Probe Assay). Cara ini belum luas dipakai karena rumitdan mahal. Namun, cara ini lebih cepat karena tidak perlu melalui tahapan isolasi dan pembiakan bakteri(Sjahrurachman, 2000)
Deteksi ini mencari gen berupa segmen DNA atau RNA. Ada beberapa metode yang dipakai, antara lain RRP(Reaksi Rantai Polimerase) dan RRP-LiPA (RRP- Line Probe Assay). Cara ini belum luas dipakai karena rumitdan mahal. Namun, cara ini lebih cepat karena tidak perlu melalui tahapan isolasi dan pembiakan bakteri(Sjahrurachman, 2000)
Pembacaan hasil :
1. Zone Radikal : suatu daerah disekitar disk dimana sama sekali tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri. Potensi antibiotik diukur dengan mengukur diameter dari zone radikal.
2. Zone Irradikal : suatu daerah disekitar disk menunjukkan pertumbuhan bakteri dihambat oleh antibiotik tersebut, tetapi tidak dimatikan. Disini terlihat adanya pertumbuhan yang kurang subur dibandingkan dengan daerah luar pengaruh antibiotik tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran diameter zone hambatan :
1. Kekeruhan suspensi bakteri :
kurang keruh : diameter zone lebih lebar
jika lebih keruh : diameter zone makin sempit
sehingga R dilaporkan S atau sebaliknya.
2. Waktu pengeringan / peresapan suspensi bakteri kedalam MH agar
Tidak boleh melebihi batas waktu karena dapat mempersempit diameter zone hambatan sehingga S jadi R
3. Temperatur inkubasi
Pertumbuhan optimal : 35ºC
Bila kurang atau lebih dari 35ºC ada bakteri yang kurang subur pertumbuhannya dan ada obat yang difusinya kurang baik.
4. Waktu inkubasi
Waktu : 16-18 jam
Bila lebih dari 18 jam maka pertumbuhan lebih sempurna sehingga zone makin sempit.
5. Ketebalan agar
Ketebalan 4 mm, jika kurang maka difusi obat lebih cepat dan bila lebih maka difusi obat lambat.
6. Jarak antar disk obat
Jarak cakram : 3 cm dan 2 cm dari pinggir petridish dengan diameter 9-10 cm paling banyak 7 disk obat. Petridish dengan diameter 15 cm untuk 9 disk.
7. Potensi disk obat
Tiap jenis obat mempunyai diameter disk yang sama tetapi potensinya berbeda.
8. Komposisi media
Sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan bakteri, difusi obat, kativitas obat tersebut.
BAB III
KESIMPULAN
Antibiotika merupakan obat yang paling banyak digunakan dalam klinik karena jumlah penyakit infeksi masihmenduduki peringkat tertinggi. Selaras dengan pemakaianya timbul masalah resistensi dari bakteri terhadapberbagai jenis antibiotika sehingga menimbulkan banyak problem dalam pengobatan penyakit infeksi.Beberapa penelitian di sarana kesehatan termasuk rumah sakit telah menunjukkan adanya resistensi bakteriyang sangat tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.medicastore.com/apotik_online/antibiotika/antibiotika.htm (Diakses 17 november 2012, pukul 23.50 WIB)
http://www.tufts.edu/med/apua/print/Q&A/Q&A_AR.html (Diakses 18 november 2012, pukul 00.30 WIB)
(APUA: Alliance for the Prudent Use of Antibiotics)
http://www.apua.org (Diakses 18 november 2012, pukul 01.25 WIB)
http://www.sehatgroup.web.id/?p=709 (Diakses 18 november 2012, pukul 01.45WIB)
http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/09/12/09175126/mekanisme.resistensi.bakteri.pada.antibiotik (Diakses 18 november 2012, pukul 01.50 WIB)
http://en.engormix.com/images/e_articles/331_antibiotic01.gif (Diakses 18 november 2012, pukul 01.55 WIB)
http://xx-antibiotik.blogspot.com/ (Diakses 18 november 2012, pukul 06.30 WIB)
http://id.wikipedia.org/wiki/Antibiotika (Diakses 18 november 2012, pukul 06.45 WIB)
http://bumbata.com/17365/cara-kerja-antibiotik-bagaimana-antibiotik-membunuh-bakteri/#ixzz2CV8t7FRX (Diakses 18 november 2012, pukul 06.50 WIB)
http://bumbata.com/17356/8-jenis-antibiotik-beserta-manfaat-efek-sampingnya/#izz2CV8ktWQ3 (Diakses 18 november 2012, pukul 07.15 WIB)
http://drridhowahyutomo.blogspot.com/2011/11/mekanisme-kerja-antibiotika.html (Diakses 18 november 2012, pukul 07.25 WIB)
http://www.sodiycxacun.web.id/2010/10/pemeriksaan-test-sensitivitas-pada.html (Diakses 18 november 2012, pukul 08.05 WIB)
http://drridhowahyutomo.blogspot.com/2009/08/resistensi-antibiotika.html (Diakses 18 november 2012, pukul 08.25 WIB)
Arias, A.C., Murray, B.E., 2008, Mechanisms of Antibiotics Resistance in Enterococci, www. Up date.com
Bauman, R. W., 2007, Microbiology With Diseases by Taxonomy, 2nd edition, Pearson Education Inc, San Fransisco, 301-302
Cassell, G.H., Mekalanos, J., 2001, Development of Antimicrobial Agents in the Era of New and Reemerging Infectious Diseases and Increasing Antibiotic Resistance, JAMA, 2001; 285(5), 601-605
Chambers, H.F., 2006, General Principles of Antimicrobial Therapy, In: Goodman and Gilman’s ThePharmacological Basis of Therapeutics, 11th Edition, McGraw-Hill Companies, New York, 316-317
Bauman, R. W., 2007, Microbiology With Diseases by Taxonomy, 2nd edition, Pearson Education Inc, San Fransisco, 301-302
Cassell, G.H., Mekalanos, J., 2001, Development of Antimicrobial Agents in the Era of New and Reemerging Infectious Diseases and Increasing Antibiotic Resistance, JAMA, 2001; 285(5), 601-605
Chambers, H.F., 2006, General Principles of Antimicrobial Therapy, In: Goodman and Gilman’s ThePharmacological Basis of Therapeutics, 11th Edition, McGraw-Hill Companies, New York, 316-317
Diana, G., 2001, Efesiensi Penggunaan Antibiotika, Dalam : Naskah Presentasi Pola Kuman Rumah SakitHusada Juli-Desember 2001, Jakarta, 2
Duy, T., 1999, Clinical Pharmacology, www.geocities.com/d.thai/pharm_pdf
Dwiprahasto, I., 2005, Kebijakan Untuk Meminimalkan Resiko Terjadinya Resistensi Bakteri Di Unit PerawatanIntensif Rumah Sakit, JMPK, Vol. VIII, No.04, Desember 2005, 177-180
Harley, Prescott, 2002, Laboratory Exercises in Microbiology, 5th Edition, McGraw−Hill Companies, New York, 257-260
Jawetz, Melnick, Adelberg, 2007, Antimicrobial Chemotherapy, In : Jawetz, Melnick, and Adelberg's Medical Microbiology, 24th Edition, McGraw-Hill Companies, New York, 163-166
Leong, Y.K., Aziz, H.A., Yasin, S.M., 1999, Ujian Sensitiviti Antibiotik In Vitro, Dalam: Makmal Mikrobiologi, Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi, 91-94
Morello, Mizer, Granatto, 2003, Laboratory Manual and Workbook in Microbiology, McGraw−Hill Companies, New York, 95-97
Sjahrurachman, A., 2000, Cara Genetis Untuk Menentukan Kepekaan Bakteri Terhadap Antibiotika, Medika, No. 1, Januari Tahun 2000, 31
Unbraw, 2003, Obat Antimikroba, Dalam: Bakteriologi Medik, Bayumedia Publishing, Malang, 105-123
Vyas, J. M., Ferraro, M. J., 2008, Overview of antibacterial susceptibility testing, www. Up date.com
Duy, T., 1999, Clinical Pharmacology, www.geocities.com/d.thai/pharm_pdf
Dwiprahasto, I., 2005, Kebijakan Untuk Meminimalkan Resiko Terjadinya Resistensi Bakteri Di Unit PerawatanIntensif Rumah Sakit, JMPK, Vol. VIII, No.04, Desember 2005, 177-180
Harley, Prescott, 2002, Laboratory Exercises in Microbiology, 5th Edition, McGraw−Hill Companies, New York, 257-260
Jawetz, Melnick, Adelberg, 2007, Antimicrobial Chemotherapy, In : Jawetz, Melnick, and Adelberg's Medical Microbiology, 24th Edition, McGraw-Hill Companies, New York, 163-166
Leong, Y.K., Aziz, H.A., Yasin, S.M., 1999, Ujian Sensitiviti Antibiotik In Vitro, Dalam: Makmal Mikrobiologi, Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi, 91-94
Morello, Mizer, Granatto, 2003, Laboratory Manual and Workbook in Microbiology, McGraw−Hill Companies, New York, 95-97
Sjahrurachman, A., 2000, Cara Genetis Untuk Menentukan Kepekaan Bakteri Terhadap Antibiotika, Medika, No. 1, Januari Tahun 2000, 31
Unbraw, 2003, Obat Antimikroba, Dalam: Bakteriologi Medik, Bayumedia Publishing, Malang, 105-123
Vyas, J. M., Ferraro, M. J., 2008, Overview of antibacterial susceptibility testing, www. Up date.com
Wahyono, H., 2005, Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA) pada Penderita dengan Bakteremia di Ruang Perawatan Intensif RS. Hasan Sadikin dan RS. Kariadi, Jurnal MMI, Vol. 40, No. 1, Tahun 2005, 3
Warsa, U. C., Josodiwondo, S., Rahim, A., Santoso, U. S., 1990, Penggunaan Antibiotika Secara Rasional dan Masalah Resistensi Kuman, Yayasan Melati Nusantara, Yogyakarta, 33-41
Weigel, L.M., Clewell, D.B., et al, 2003 Genetic analysis of a high-level vancomycin-resistant isolate of Staphylococcus aureus, Science, No. 302, 1569-1571.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar