Rumah Adat Yogyakarta
Rumah
adat Daerah Istimewa Yogyakarta dinamakan Bangsal Kencono Kraton Yogyakarta merupakan
sebuah bangunan Pendopo. Berbentuk pedepoan, halamannya sangat luas, yakni
lebih dari 14.000 m2, di halaman itu banyak terdapat sangkar burung
dan dihiasi dengan bermacam-macam tumbuhan. Di depan Bangsal Kencono terdapat
dua patung dari Gupolo, sang raksasa yang memegang gada (sejenis alat pemukul).
Menurut
data sejarah, yang membangun Bangsal Kencono keraton adalah Sultan Hamengku
Buwono I pada tahun 1756 M. Dibangunnya padepokan ini digunakan untuk
acara-acara kesultanan dan keagamaan,
misalnya Ngabektan yang dilakukan pada hari raya Idul Fitri. Bangsal
Kencono Keraton juga digunakan dalam acara peringatan sultan naik tahta atau
dalam istilah keratonnya di sebut dengan Jumenengan.
Masyarakat
jogja pada awalnya masih terpengaruh dengan agama Hindu. Maka tak mengherankan,
jika terdapat ornamen-ornamen yang menunjukkan adanya pengaruh Hindu. Tak hanya
itu saja, 7 tiang yang ada di Bangsal Kencono merupakan salah satu asumsi
ajaran Hindu, karena di dalam peninggalan agama Hindu, angka tujuh adalah angka
yang menunjukkan kesempurnaan. Hal ini juga dikaitkan dengan jumlah langit ada
tujuh.
Berdasarkan
jenis bangsal, ada dua bangsal lagi yaitu, Bangsal Srimanganti dan Bangsal
Sarang Boyo alias Bangsal Tepas Kawedanan Ageng Punokawan Puroyokoyo atau
Bangsal Prabeyaksa. Bangsal Srimanganti posisinya di utara dari Bangsal Kencono
Keraton. Padepokan Srimanganti kerap digunakan untuk menggelar acara pentas
pertunjukkan seni, seperti tari klasik kraton, wayang kulit dan sebagainya.
Bahkan, Bangsal Srimanganti juga sering digunakan Sultan untuk menerima tamunya
yang tidak resmi alias non formal.
Sebelah
selatan Bangsal Kencono Keraton terdapat Bangsal Sarang Boyo. Bangsal ini
digunakan untuk menyimpan benda-benda pusaka milik keraton. Namun, padepokan
ini tidak terbuka bebas, hanya orang-orang tertentu saja yang boleh memasukinya
karena di dalamnya terdapat benda-benda pusaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar